Oleh: Fahrul Rozie,S.Pd
(Mahasiswa Pasca
Sarjana Jurusan PAUD UNJ)
Masalah pendidikan di Indonesia
dalam pemberitaan di berbagai media baik media sosial maupun informasi sangat memprihatinkan. Bahkan kebijakan-kebijakan
pendidikan yang pemerintah canangkan tidak mampu memberikan kualitas sumber
daya manusia Indonesia menjadi unggul. Dampak masalah pendidikan di Indonesia
telah banyak mempengaruhi masyarakat. Pendidikan sekarang tidak dapat
memanusiakan menjadi “manusia” seutuhnya. Berdasarkan data Komisi Perlindungan
anak, terdapat 781.000 kasus kekerasan anak setiap tahun atau setiap satu
sampai dua menit terjadi kekerasan terhadap anak di Indonesia (Harry
Hikmat,2004). Fenomena terkait kekerasan pada anak merupakan produk kegagalan
pendidikan di Indonesia. Fenomena tersebut jika tidak ditangani segera oleh
pemerintah melalui kebijakan yang tepat akan berdampak terhadap kualitas
pendidikan. Sementara itu, belum ada data lengkap tentang sexual abused. Namun, berdasarkan pemantauan terhadap 13 media
cetak selama tahun 1994-1997 (Hastuti,2015), YKAI melaporkan adanya 538 kasus
perlakuan salah secara seksual, 80 kasus perlakuan salah secara fisik, 63 kasus
penelantaran, dan lima kasus perlakuan salah secara emosional. Pelaku child abuse tersebut adalah orang yang
dikenal anak (66%), termasuk orang tuanya sendiri. Untuk kejahatan seksual,
misalnya terdapat 289 kasus pada tahun 1996 di mana pelaku adalah ayah (19
kasus) dan guru (118 kasus).
Fenomena lainnya masih terdapat anak-anak yang belum
merasakan pendidikan tinggi karena beban ekonomi dan waktunya lebih banyak
dihabiskan membantu orang tua. Salah satunya, yang terjadi di sebagian besar
anak-anak nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara, tidak bisa merasakan
pendidikan tinggi karena beban ekonomi dan waktunya lebih banyak dihabiskan
membantu orang tua (Indriani, 2015). Memang, kebijakan pemerintah saat ini
banyak mengeluarkan program beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke
universitas. Akan tetapi, seringkali kebijakan program beasiswa ini tidak tepat
sasaran dan hanya mengacu pada anak-anak yang berprestasi di bidang akademis.
Pendidikan merupakan modal pembangunan sebuah
negara. Pendidikan juga merupakan dasar untuk mencetak generasi-generasi yang
berkualitas. Sehingga berbagai kebijakan dan program untuk bidang pendidikan
tidak bisa dirancang tanpa analisis yang mendalam. Tonggak sejarah pendidikan
pun seharusnya tidak bisa diwarnai oleh kepentingan politik pemerintah yang
menguntungkan kelompok tertentu. Sebagai contoh perubahan kebijakan yang
berkaitan dengan kurikulum yang berubah dan memberikan dampak bagi guru atau
pendidik di lapangan yang masih bingung terhadap implementasinya. Dari berbagai
fenomena permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia,
pemerintah perlu untuk merevitalisasi kebijakan pendidikan. Arah kebijakan
pendidikan yang tepat akan menjadikan Indonesia
Madani di tahun 2045. Konsep Indonesia Madani merupakan sebuah cita-cita
untuk membentuk keseimbangan dalam dunia pendidikan yang melibatkan peran keluarga, institusi pendidikan,
masyarakat, negara, dan dunia global.
Mengadopsi pemikiran Tilaar dalam
buku “Pedagogik Kritis untuk Indonesia”, Tilaar membawa sebuah terobosan
gagasan berpikir dalam kemajuan era globalisasi saat ini. Tilaar menyebutkan
bahwa arah pendidikan Indonesia perlu direvitalisasi dari konsep Tripusat ke
arah Pancapusat pendidikan. Salah satu
tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara telah mengemukakan gagasannya
mengenai Tripusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan gerakan kepemudaan. Menurut
Ki Hadjar Dewantara masing-masing pusat pendidikan tersebut mempunyai tujuannya
yang khas, namun tetap berhubungan satu dengan yang lain(Tilaar,2015).
Perlunya memahami secara seksama
tentang makna dari prinsip Tripusat Pendidikan yang mempunyai arti secara
khusus, sebagai warisan konsep pendidikan pada masa lalu untuk menentang sistem
pengajaran kolonial yang menjajah peradaban Indonesia sekitar 350 tahun. Oleh
karena itu, memahami makna dari prinsip Tripusat Pendidikan akan membawa konsep
berpikir kita ke dalam ranah masa lalu sejarah pendidikan Indonesia. Sehingga
sinergitas dari pemikiran Tilaar dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah
untuk mewujudkan Indonesia Madani.
- Pendidikan dalam Keluarga
Manusia merupakan makhluk sosial.
Melalui rasa sosial yang dimiliki, manusia dapat hidup secara bersama-sama
untuk melanjutkan hidupnya dan melestarikan keturunannya. Tanpa hal tersebut,
manusia tidak akan mampu membentuk sebuah komunitas yang dinamakan masyarakat.
Melalui hidup bermasyarakat, manusia mulai membangun sebuah tatanan kehidupan
yang disebut kebudayaan. Sudah fitrah manusia, bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki keberadaan di dunia dan membentuk sebuah kebudayaan berdasarkan
letak geografis tempat tinggalnya. Sebagai contoh, naluri sosial seorang ibu di
dalam keluarga adalah titik tolak dari kehidupan manusia. Oleh sebab itu,
hubungan antara pendidikan dan kebudayaan bertitik tolak dari naluri keibuan di
dalam keluarga dalam mempertahankan eksistensi hidup manusia. Bahkan, Ki Hadjar
Dewantara telah menyatakan “menghidupkan, menambah, dan menggembirakan perasaan
kesosialan tidak akan dapat terlaksana jika tidak didahului oleh pendidikan
diri” (Tilaar,2015).
Pendidikan dalam keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama dan terpenting. Posisi ibu sebagai guru pertama bagi anak dalam
kehidupannya, dapat diibaratkan sebagai
alat penyemai benih-benih calon pemimpin peradaban di masa mendatang dan ayah
sebagai kepala sekolah dalam keluarga. Sedangkan, dalam konsep Islam, terdapat
beberapa kriteria yang ditawarkan oleh Mahmud, dkk dalam memilih pasangan hidup
terutama calon isteri, di antaranya; 1) agamanya baik (beragama Islam), 2)
memiliki akhlak yang baik, 3) memiliki fisik yang baik, 4) memiliki kehormatan,
keturunan, dan kehormatan yang baik, 5) maharnya tidak mahal dan tidak
memberatkan, 6) berasal dari keluarga jauh, 7) mengutamakan gadis perawan, 8)
mengutamakan wanita yang subur, 9) lemah lembut dan pengasih, 10) taat dan
dapat dipercaya, 11) berperangai tenang dan bersuara lembut, 12) pandai memasak
dan merawat rumah, 13) bersikap tulus dan sabar, 14) sedikit bicara dan tidak
membocorkan rahasia, 15) rajin beribadah (Mahmud,dkk,2013).
Pendidikan dalam keluarga merupakan
pondasi dasar pendidikan. Di dalam keluarga terdapat empat komponen yang
menunjukkan berjalannya struktur keluarga, yaitu pembagian tugas (divisson of labor) siapa yang
bertanggung jawab di keluarga, peraturan perilaku (rules of behavior) apa sajakah aturan dan harapan yang diinginkan
setiap anggota keluarga, peran atau fungsi keluarga (family roles), perilaku yang diharapkan dilakukan ayah, ibu, anak,
dan anggota keluarga lain, dan hierarki kekuasaan (power hierarchy), distribusi kekuasaan antara orang dewasa di dalam
keluarga (Astuti, 2015). Sehingga tugas dan peran keluarga sebagai dasar
pendidikan bagi anak merupakan hal urgensi untuk membentuk anak menjadi
generasi yang membanggakan.
Anak merupakan dua hal yang dapat
dipahami mendalam sebagai “anugerah atau malapetaka”. Karena anak yang baru
lahir membawa segenap potensi yang perlu difasilitasi oleh keluarga. Berdasarkan
penelitian telah dilakukan oleh para ahli di mulai dari Binnet Simon
(1908-1911) hingga Goward Gardner (1998) yang berbicara pada fokus yang sama
yaitu fungsi otak sebagai kecerdasan seseorang (Wijana,dkk,2014). Sehingga anak
dapat menjadi anugerah bagi keluarga yang dapat memfasilitasi setiap periode
perkembangan anak hingga dewasa. Apabila keluarga tidak memahami kebutuhan dan
periode perkembangan anak, maka ketika anak menjadi pribadi yang jauh dari
nilai kebaikan itulah malapetaka keluarga.
Dengan demikian, dapat dikatakan yang merupakan pusat pertama pendidikan
yang fundamental yaitu keluarga. Keluarga adalah tonggak penting dalam penentu
kualitas pendidikan di Indonesia.
- Lembaga Sekolah sebagai Pusat Pendidikan
Di dalam masyarakat yang mulai
berkembang dan memiliki perbedaan secara lahiriah yang disebut sebagai lembaga
sekolah. Secara umum, di Indonesia lembaga-lembaga tersebut terdapat di dalam
semua suku bangsa dengan nama yang berbeda-beda. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan dalam masyarakat berkembang dengan memiliki fungsi dan tujuan
khusus. Lembaga sekolah merupakan lembaga untuk pengembangan intelektual anak serta
aspek-aspek perkembangan lain seperti pengembangan moral, emosional, jasmani,
dan pendidikan agama. Berkaitan dengan pendidikan agama, keluarga merupakan
tiang utama di dalam pusat pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan
agama yang diadakan disekolah hanya sebagai pelengkap dari pendidikan agama
yang sudah diperoleh anak di dalam keluarga (Tilaar,2015).
Dengan adanya sinergi antar lembaga
sekolah dan keluarga akan membantu anak berkembang secara optimal. Artinya,
kurikulum yang diajarkan di sekolah kepada anak sudah tentu harus juga
diajarkan di dalam keluarga. Kolaborasi yang komunikatif antar dua pusat
pendidikan tersebut memiliki dampak yang sangat baik terhadap anak dalam
bersosialisasi dan mengembangkan aktualisasi diri dengan lingkungan sekitar. Hal
tersebut dapat dilakukan dalam ranah pendidikan pertama yaitu pendidikan anak
usia dini (PAUD). PAUD merupakan pondasi awal bagi keberhasilan anak di masa
mendatang. Karena pada masa tersebut, dikatakan dari hasil penelitian para ahli
syaraf bahwa anak pada usia 0-6 tahun
memiliki milyaran jaringan syaraf yang mampu merekam pengalaman belajar yang
diberikan oleh guru maupun orang tua. Masa ini juga disebut sebagai golden age (masa keemasan). Apabila
pondasi di masa ini bagus dan matang, maka anak akan memiliki kesiapan belajar
pada tingkat pendidikan selanjutnya (Aisyah, 2012).
Hal tersebut dapat dilakukan
melalui institusi PAUD yang senantiasa mensosialisasikan pentingnya periode
perkembangan bagi anak usia dini dan pola asuh yang tepat pada orang tua/wali
murid. Karena dengan melalui periode perkembangan yang tepat dan pola asuh yang
baik akan membantu anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.
- Masyarakat sebagai Pusat Pendidikan
Masyarakat memiliki keterkaitan
dengan pendidikan. Sebagai makhluk sosial, seorang anak Indonesia dilahirkan di
dalam tatanan keluarga sebagai anggota masyarakat. Anak yang telah memasuki
tahap remaja maupun dewasa memiliki peran signifikan dalam masyarakat. Melalui
masyarakat, para pemuda/i membentuk komunitas gerakan yang menunjukkan bukti
eksistensi diri. Inilah yang dikatakan masyarakat sebagai pusat pendidikan.
Dalam ranah pendidikan, dapat dipahami bahwa masyarakat pertama-tama yang
dihadapi oleh anak adalah masyarakat sukunya sendiri. Karena Indonesia memiliki
ratusan suku bangsa dengan budayanya sendiri (Tilaar,2015).
Berbicara tentang budaya, makna
multikulturalisme di dalam masyarakat Indonesia merupakan kekayaan yang luar
biasa dimiliki oleh bangsa Indonesia. Setiap kebudayaan dari suku bangsa
mempunyai nilai-nilai yang beragam atau kita kenal kebhinekaan terdapat pada
apa yang disebut puncak-puncak kebudayaan lokal. Puncak-puncak kebudayaan lokal
adalah nilai-nilai luhur dari suatu masyarakat yang dapat disumbangkan di dalam
terbentuknya kesatuan masyarakat dan budaya Indonesia dan Negara Indonesia.
Puncak-puncak kebudayaan tersebut
memiliki sebuah kearifan budaya lokal (local
wisdom) yang mempunyai nilai pedagogis yang bertujuan untuk mengatur perilaku
yang bermanfaat bagi kepentingan bersama masyarakat. Sebagai contoh, kearifan
budaya lokal pada masyarakat sederhana masih menghubungkan dengan dunia mistis.
Sebagai contoh, misalnya sebatang pohon beringin dianggap angker dalam hutan
karena dianggap sebagai suatu tempat berdiamnya penghuni makhluk gaib. Oleh karena itu, dilarang untuk menebang pohon
tersebut ataupun diusik. ternyata pohon beringin tersebut merupakan pelindung
dari hutan yang menyediakan air bagi masyarakat.Kemudian, di dalam dunia yang
semakin modern sekarang banyak kearifan budaya lokal mulai ditinggalkan karena
dianggap bersifat mistik, tidak rasional bahkan dianggap menghalangi nilai
modal dalam masyarakat modern. Sebagai contoh, kerusakan lingkungan yang
terjadi di Papua oleh PT Freeport oleh aktivitas penambangan emas terbesar di
dunia. Menurut mitologi orang Papua bahwa pegunungan Jayawijaya yang diliputi
es merupakan kepala dari seorang putri yang cantik. Tubuh sang putri tersebut
dihiasi oleh hutan rimba yang subur serta anggota tubuhnya seperti kaki
dipercaya berada di lembah-lembah menuju laut Arafuru. Tetapi, yang terjadi di
Papua adalah badan putri yang cantik itu diobrak-abrik oleh tambang yang besar
serta sungai-sungainya menjadi warna coklat karena limbah dari aktivitas tambang.
Dampaknya selain kerusakan lingkungan, para suku yang tinggal di gunung
kehilangan mata pencahariannya. Sehingga orang Papua menjadi hidup dalam
kemiskinan (Tilaar,2015).
Konsep masyarakat sebagai pusat
pendidikan menitikberatkan pada peran dan fungsi masyarakat dalam mengelola
lingkungan sebijak mungkin. Lingkungan yang dikelola dengan baik akan
memberikan pengaruh dampak pendidikan yang baik pula. Lingkungan masyarakat
sangat tidak tepat apabila dikelola secara penuh oleh pihak asing. Hal tersebut
memberikan dampak dan permasalahan sosial yang hingga sekarang tidak dapat
diselesaikan. Bahkan, dapat terjadi konflik-konflik kecil yang akan menjadi
bencana nasional. Dengan demikian,
masyarakat yang berfungsi sebagai pusat pendidikan hendaknya diberikan
kompetensi untuk melakukan pengelolaan lingkungan yang tepat dan sesuai dengan
kemajuan teknologi.
- Negara sebagai Pusat Pendidikan
Pengembangan rasa kebangsaan bagi
anak Indonesia dewasa ini perlu dikaji lebih mendalam karena beberapa survei
menunjukkan telah terjadi penurunan rasa kebangsaan pada peserta didik di
seluruh jenjang pendidikan. Akar dari kemerosotan tersebut bukan hanya dikaji
pada institusi pendidikan, tetapi juga peran serta keluarga dan masyarakat dan pemerintah. Anak dewasa saat ini yang hidup di
dalam dunia terbuka dapat dengan mudah dipengaruhi oleh ideologi-ideologi
ekstrim yang dapat mengganggu identitas sebagai warga negara Indonesia. Kunci
untuk mengembangkan rasa kebangsaaan bagi anak Indonesia serta menolak ideologi
ekstrim yang bertentangan dengan Pancasila ialah melalui jalur pendidikan. Kita perlu memahami bahwa ideologi Pancasila
telah digali oleh Bapak Proklamator Indonesia, Bung Karno dari kebudayaan
suku-suku bangsa di Nusantara serta keberadaan suku-suku bangsa tersebut.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak pulau dengan
keadaan geografis, demografis, dan kebudayaan yang beraneka ragam. Dasar inilah
yang menjadikan semboyan bangsa Indonesia, Bhinneka
Tunggal Ika. Artinya suku-suku bangsa yang berada di kepulauan Nusantara
mempunyai budaya beragam, tetapi bersatu sebagai suatu bangsa melawan kekuasaan
penjajah dan membentuk satu negara yang merdeka serta diikat oleh ideologi
Pancasila (Tilaar,2015)
Negara Indonesia merupakan bangsa
besar yang menghimpun kekuatan kemampuan atau keunggulan-keunggulan yang
terdapat dari suku-suku anggota. Sebagai contoh, penggunaan bahasa Melayu
sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Merujuk pada pemaparan Ki Hajar
Dewantara di dalam Kongres Pendidikan Kolonial yang diselenggarakan di Belanda
pada Tahun 1916 yang mengemukakan
mengapa bukan bahasa Jawa yang dijadikan bahasa persatuan. Ternyata bahasa
Melayu merupakan lingua franka di dalam komunikasi, terutama di dalam
komunikasi dalam dunia perdagangan dari suku-suku. Oleh sebab itu, kesatuan
bangsa Indonesia tidak ditentukan oleh jumlah penduduk dari suku-suku, tetapi
lebih dari kegunaan komparatif dari milik suatu suku. Dengan kata lain,
demokrasi yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia adalah demokrasi yang
berbentuk gotong royong dan bukan setengah tambah satu (Tilaar,2015).
Akan tetapi, kebijakan dan program
pemerintah dalam dunia pendidikan sudah seharusnya bergeser untuk melakukan
evaluasi.Karena kebijakan yang dirasakan sekarang tidak mampu memberikan
keseimbangan antar pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah hingga saat
ini masih merasakan kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai,
kualitas pendidik atau guru yang jauh dari harapan, dan kesejahteraan para guru
atau pendidik baik yang pns maupun non pns yang kurang diperhatikan. Sementara,
ketersediaan sarana prasarana, kualitas guru atau pendidik di pemerintah pusat
lebih maju dari pada pemerintah daerah. Tentunya pemerintah perlu segera
mengupayakan perbaikan seluruh elemen institusi pendidikan dan membuat
kebijakan yang memang berbasis pada permasalahan sosial di negara.
Dengan demikian, negara sebagai
pusat pendidikan memiliki peran penting untuk mempersatukan seluruh
elemen-elemen pemersatu dari berbagai daerah melalui kebijakan yang telah
dirumuskan berdasarkan ideologi Pancasila. Kebijakan yang berkeadilan dan
memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk mengenyam pendidikan. Tanpa
memandang status sosial, suku, dan latar belakang keluarga. Agar tidak ada lagi
anak-anak Indonesia yang putus sekolah, masyarakat yang buta huruf, dan masalah
sosial.
- Dunia Global sebagai Pusat Pendidikan
Saat ini, dunia sedang
mengglobalisasi. Dunia diibaratkan seperti satu kampung besar. Akibat kemajuan
teknologi khususnya teknologi komunikasi serta hubungan-hubungan antar manusia
melalui alat transport yang semakin murah dan cepat, maka hubungan antar
manusia seakan tidak mengenal batas negara.
Dunia yang mengglobalisasi membawa
ledakan perubahan yang besar-besaran dalam gelombang kehidupan manusia.
Perubahan tersebut ada yang memberi pengaruh positif dan ada pula yang memberi
pengaruh negatif. Sebagai contoh, bangsa
Indonesia yang memiliki ikatan regional dengan negara lain yang diikat dalam
organisasi ASEAN. Bahkan, catatan sejarah
telah mencatat bahwa organisasi ASEAN dilahirkan oleh pemimpin-pemimpin
Indonesia. Program yang kini sedang dihadapi oleh Indonesia dan ASEAN adalah
program MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Lahirnya program tersebut tentunya banyak memberikan manfaat berupa kerja sama oleh masing-masing anggota. Namun, perlu
dipahami bersama bahwa MEA bukanlah arena kompetisi, melainkan bentuk kerja
sama anggota ASEAN (Tilaar,2015).
Fenomena MEA ini ternyata selain
membawa pengaruh positif dalam kerja sama dengan anggota ASEAN juga membawa
pengaruh negatif dalam bidang ekonomi dan kebudayaan. Sebagai contoh, dalam
bidang ekonomi, yang paling terkenal adalah gelombang perusahaan modal
multinasional (multinational corporations).
Dengan modalnya yang besar, MNC ini mampu menguasai pasar dunia. MNC pun mampu
mengendalikan gaya hidup yang tercipta dari penggunaan produk-produk sesuai
keinginan MNC. Dampak negatifnya adalah seseorang dapat mudah terjerumus dari
gaya hidup yang tidak sesuai dengan kebudayaannya. Seseorang tersebut dapat
menjadi melupakan identitas atau kebudayaannya karena membeo dengan
produk-produk yang dikeluarkan oleh perusahan modal mutlinasional raksasa
tersebut. Hal ini sering terjadi kepada generasi muda yang mengikuti gaya
kebarat-baratan. Sementara itu, masyarakat pun juga mengalami krisis identitas.
Bahaya terhadap krisis identitas juga dipengaruhi oleh revolusi dunia maya
dalam dunia internet dan sarana
komunikasi lainnya.
Berkaitan dengan bahaya tersebut,
tentunya dapat ditangani melalui pendidikan baik ditingkat keluarga, di bidang
pendidikan formal dan informal di masyarakat, yaitu dalam peran
pemimpin-pemimpin masyarakat yang masih memiliki identitasnya. Melalui
pendidikan yang bersinergi dengan pancapusat pendidikan, akan lahir sikap
bangga terhadap bangsa Indonesia. Hal tersebut diwujudkan dengan perilaku
menggunakan produk dalam negeri dan pihak produsen berupaya meningkatkan
kualitas produksi dengan menggunakan teknologi tepat guna serta kompetensi
mengelola produk-produk dalam negeri. Selain itu, dunia global sebagai pusat
pendidikan dapat dikatakan sebagai “jembatan” bagi anak-anak Indonesia mengenal
keanekaragaman budaya dan mengembangkan aktualisasi diri yang bangga menjadi
anak Indonesia.
Dengan demikian, gagasan sinergi
pancapusat pendidikan merupakan jawaban dari berbagai permasalahan pendidikan
dan sosial di Indonesia. Melalui berbagai peran dan keterlibatan pihak seperti
keluarga, sekolah, masyarakat, negara, dan dunia globalisasi saat ini akan
mampu menuju Indonesia Madani. Indonesia yang diharapkan memiliki peradaban
yang lebih baik dalam membangun dan memaknai perjalanan sejarah bangsa ini agar
semakin maju dan beradab. Tentunya barometer menuju Indonesia Madani tidak bisa
diukur sekarang. Karena semua berawal dari keluarga sebagai pusat pendidikan
pertama bagi kehidupan manusia. Tonggak keberhasilan mewujudkan Indonesia Madani
terdapat pada pusat pendidikan pertama, yaitu keluarga.
DAFTAR
REFERENSI
Aisyah,
Siti,dkk, 2012. Perkembangan dan Konsep
Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Tilaar,H.A.R,
2015. Pedagogik Teoretis untuk Indonesia.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Hastuti,
Dwi, 2015. Pengasuhan, Teori, Prinsip,
dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Mahmud,
dkk, 2013. Pendidikan Agama Islam dalam
Keluarga. Jakarta : PT Indeks.
Wijana,
D Widarmi, dkk, 2014. Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Indriani,
2015. Sedikit Anak Nelayan Jakarta raih
Pendidikan TInggi. http://m.antaranews.com/nasional/pendidikan.com,
di akses tanggal 13 Oktober 2015.
Bingung cari Situs Poker Terpercaya ??
BalasHapusSering kalah? lebih sering deposit dari pada wd??
Solusi Terbaik Buat Member Yang Sering Lose !!
Pokers128(dot)com
Buktiin Sendiri Main Di Pokers128 !
Bisa Main Dari HP !!
Support IOS & ANDROID
7 Games Dalam 1 User_ID
Menangkan Jackpot Harian S/d Puluhan Juta
Jackpot Global Ratusan Juta
Minimal Deposit Sangat Terjangkau !!
Rp 10,000
Withdraw Diproses Super Cepat !
1menit s/d 3menit
JANGAN TUNGGU DAN JANGAN RAGU LAGI UNTUK MENJADI SEORANG PEMENANG DAN DAFTARKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA DI WWW.S1288POKER.COM
Info lebih lengkap,silahkan hubungi CS 24/7 kami melalui :
PIN BBM : 7AC8D76B
WA : 08122221680
Twitter : @S1288POKER