Blog yang memuat tentang pendidikan anak usia dini, catatan Hasan Harun, karya fiksi dan non fiksi serta motivasi diri. Selamat membaca. Ambil yang baik, dan tinggalkan yang buruk.

Jumat, 15 Januari 2016

CERPEN (Pejuang Subuh)



PEJUANG SUBUH
Waktu subuh adalah waktu manusia terlelap. Melepas lelah. Melupakan kewajiban bertemu Tuhan dalam salat subuh berjamaah. Waktu Subuh adalah pembeda antara orang munafik dan beriman. Malaikat pun menjadi saksi saat subuh datang. Saksi bagi manusia-manusia yang mengingat Tuhannya.
***
            Perkenalkan, aku Fahrul. Cerita ini merupakan pengalaman nyata di tahun 2015 ini. Pengalaman yang selalu menyimpan kenangan bagiku. Ya. Kenangan yang  membuat aku bersyukur. Bersyukur atas semua pengalaman berharga selama merantau di Jakarta.
            Ping. Bunyi penanda pesan masuk di sosial mediaku Whatsapp. Aku melihat handphone-ku. Pesan tersebut berisi kegiatan kajian pejuang subuh yang dilaksanakan di Masjid Sunda Kelapa Menteng. Kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka menyambut Bulan Suci Ramadan. Di acara tersebut, ada kegiatan pemutaran film cintasubuh dan kegiatan bakti sosial untuk korban pelanggaran HAM di Myanmar, etnis muslim Rohingya. “Acara ini keren juga. Sepertinya, aku harus ikut,” pikirku. Tapi, ada satu kejanggalan yang aku tidak mengerti, Kejanggalan itu adalah penggunaan istilah “pejuang subuh” di komunitas ini. Mengapa harus ada pejuang subuh, berlebihan saja. Aku menutup pesan tersebut. Aku mengambil spidol dan memberikan tanda X di kalender yang tertempel di dinding kosku. 
***
            Satu minggu lagi, bulan puasa tiba. Aku masih belum menyelesaikan penelitianku. “Sepertinya, aku tidak pulang dulu ke Samarinda”, pikirku. Aku menaiki bus TransJakarta untuk ke lokasi penelitianku di Tanjung Priok. Penuh sesak keadaan di dalamnya. Aku berdesak-desakan dengan penumpang lainnya ketika melangkahkan kaki ke dalam bus. Untungnya, aku mendapatkan tempat duduk di bangku belakang. Bus TransJakarta tetap melaju lancar di jalur bebas hambatan. Kulemparkan pandanganku keluar jendela bus TransJakarta. Pemandangan gedung-gedung yang menjulang langit silih berganti menghiasi pemandangan di luar bus. Samar-samar, pemandangan itu hilang, berganti dengan wajah-wajah orang yang kurindukan, ibu, adik-adikku, dan ayah.
Pikiranku masih melayang jauh, meninggalkan bus yang menyesakkan ini. Meninggalkan sesaat dunia di sekitarku. Pikiran akan keinginan untuk pulang ke Samarinda memenuhi isi kepalaku, tapi langsung berganti dengan bayangan laporan penelitian akhir yang harus kuselesaikan.
Jika aku pulang, aku tidak ada waktu untuk menyelesaikan penelitianku. Aku pasti disibukkan dengan acara ngabuburit bersama teman-temanku. Jika aku tidak pulang, aku pasti merasa sedih karena lebaran tidak di kampung halaman. Pikiranku menjadi liar. Keinginan untuk pulang ke Samarinda atau tetap di Jakarta menyelesaikan tugas akhirku berputar-putar silih berganti memenuhi pikiranku. Aku pejamkan mata sejenak dan menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan pikiranku.
            “Pemberhentian berikutnya halte Plumpang Pertamina. Mohon periksa kembali barang dan bawaan Anda. Plumpang Pertamina,” suara petugas bus TransJakarta membuyarkan lamunanku. Aku menuju ke arah pintu keluar, mengantre bersama penumpang yang hendak turun. Aku melanjutkan perjalanan ke tempat penelitian dengan ojek.
 “Bang, antarkan saya ke jalan Alur Laut,”ucapku.
Seperti biasa, jawaban orang-orang Jakarta yang sering aku dengar. “Siap Bang,” jawab si Tukang Ojek. Aku dibonceng oleh tukang ojek. Tiada dialog selama perjalanan. Hiruk pikuk kemacetan membuat aku tidak betah di Jakarta. Ah, sumpek dengan kepadatan kendaraan yang kadang membuatku pusing.
“Bang, ini sudah sampai,” ucap tukang ojek. Aku pun turun. “Makasih, Bang,” balasku.
            Sampai juga akhirnya di tempat penelitianku yang berlokasi di perumahan.Taman Bermain Intan, tempat yang mengijinkan aku melakukan penelitian.
            Assalamualaikum, Bu May, ucapku dengan tersenyum.
            Wa’alaikumsalam, ayo masuk Kak Fahrul. Ini anak-anak sudah siap. Bahan-bahannya sudah siapkah? tanya bu May.
            “Siap, Bu.” Aku mengeluarkan beberapa alat percobaan permainan untuk anak-anak ini. Kegiatan ini aku namakan “Penjelajahan Planet Bumi”. Anak-anak tampak gembira menyambut kedatanganku. “Om Fahrul,” ucap Rasya .
            “Hai Rasya,” balasku dengan melemparkan senyumanku. Tangan Rasya memegang jemariku. Dia genggam erat. Tanganku membalas dengan usapan lembut  di kepalanya. Bercengkrama dengan anak-anak PAUD ini membuatku rindu rumah. Iya benar. Aku rindu bermain dengan anak-anak di sekolahku. Aku merasa menjadi anak-anak lagi ketika bercengkrama dengan mereka.
            Ibu May membantu kegiatan penelitianku. Kami menyiapkan kelas menjadi miniatur penampakan bumi. Hiasan gunung, laut, perkotaan, dan pedesaan yang dirancang sebelumnya telah siap. Kegiatan penelitian dimulai. Wajah anak-anak sangat ekspresif. Tidak ada kesedihan. Tawa keras menggelegar seisi kelas. Aku menyembunyikan rasa rindu kampung halamanku dengan ikut memasuki dunia mereka. Ibu May memimpin permainan. Kamera digital berwarna merah andalanku siap merekam tingkah laku anak-anak.
            “Ayo, kita jelajahi bumi sekarang!” ucap Bu May penuh semangat. “Yeeee. Asik, jalan-jalan,” teriak Kinan. Tidak kalah semangat, Rasya bernyanyi lagu naik-naik ke puncak gunung.
            “Naik-naik ke puncak gunung. Tinggi. Tinggi sekali,” suara merdu Rasya mulai bernyanyi. Tiba-tiba, terdengar suara tangis Renti. “Huuaaaa. Ibuuuuuu!” teriak Renti. Ibu May berhenti. Dengan naluri keibuannya, Ibu May mejajarkan wajahnya dengan Renti.
            “Renti, kenapa menangis?” selidik Ibu May.
            “Rasya pukul aku, Bu. Kaki aku jadi akit,” jelas Renti yang cadel.
            Ibu May memanggil Rasya. “Rasya, apakah benar kamu memukul Renti?” tanya Ibu May dengan lembut.
            “Habis, dia jalannya lambat, Bu. Rasya mau cepat,” jawab Rasya dengan kepolosannya. Ibu May menghela nafas. Beberapa kata dibisikkan kepada Renti. Ibu May juga membisikan beberapa kata kepada Rasya. Ibu May meminta Renti mengucapkan kata tersebut.
Renti berkata dengan lantang, “Rasya, aku gak suka. Sakit aku dipukul”. Ibu May juga meminta Rasya untuk mengucapkan kata yang dibisikkan ke telinganya. “Iya, aku tidak sengaja. Maafkan aku,” balas Rasya. Rasya pun memberikan tangan kanannya kepada Renti. Tanda meminta maaf secara langsung kepada Renti. Renti menyambut dengan hangat. Ibu May tersipu-sipu melihat dua anak kesayangannya.  Aku terkesima dengan cara Ibu May menangani kedua anak ini. Tanpa ikut campur melerai mereka. Ibu May tidak menyalahkan Rasya, juga tidak membela Renti. Ibu May memang guru yang luar biasa.
Penelitian pun selesai. Aku bergegas pulang.
“Ibu May, terima kasih untuk bantuannya selama ini. Karena minggu depan sudah puasa dan penelitiannya sudah selesai, saya tidak ke sini lagi, ucapku.
Ibu May mengangguk. Kedua bola mataku menatap lama suasana kelas ini.  Setiap sudut. Setiap jengkal. Aku merasakan kehilangan tempat nostalgia kampung halamanku. Di tempat penelitian ini, aku merasa berada di rumah. anak-anak PAUD yang menemaniku. Orang tua mereka yang ramah dan bersahabat, guru-guru yang mau membantu selama penelitian, bahkan Pengelola Sekolah yang menganggap aku seperti anaknya sendiri. Beruntung sekali aku melakukan penelitian di tempat ini yang diberikan kemudahan. Aku pun terbawa lamunan.
Tiba-tiba Rasya menubrukku dari depan. “Oom,,,aku mau pangku”, ucap Rasya. Ibu May tidak menegur Rasya. Dia mengabaikan tingkah Rasya. Aku hanya membelai rambut Rasya sambil merekam suasana kelas yang mau bubar.
***
            Aku melanjutkan perjalanan ke kosan. Seperti biasa, aku mengantre bus TransJakarta. Aku melihat tanggal di handphone-ku. Pikiranku mulai berkeliaran ke dimensi lain. Keputusan untuk pulang atau tidak ke Samarinda belum aku tetapkan. Di dalam bus TransJakarta, aku bermain handphone. Bukannya memutuskan untuk pulang atau tidak ke Samarinda, aku malah berpikir tentang broadcast info pejuang subuh. Kenapa juga ada komunitas seperti itu? Apakah mereka tidak ria? Membanggakan ibadah mereka. Aaahh! Sudahlah!.
            Akhirnya, aku sampai juga di kos tercinta. Rumah kedua bagiku. Aku segera menutup kamar. Mengunci rapat-rapat. Laptop kembali aku nyalakan. Sedikit demi sedikit aku melaporkan hasil penelitian. Tidak terasa malam hampir tiba. Aku lupa shalat Zuhur dan Ashar. Azan magrib pun tidak terdengar di telingaku karena hasrat ingin menyelesaikan laporan penelitianku. Aku berkutat di depan laptop hingga pukul 22:00. Hatiku merasa janggal. Biasanya, di Samarinda, aku diingatkan oleh Ibu dan Ayah untuk salat. Di Jakarta ini, aku bebas. Tidak ada siapapun yang melarangku. Aku bebas melakukan apa saja yang aku mau. Untuk bercakap-cakap dengan anak-anak kosanku saja, hanya sesekali aku lakukan. Tidak penting bagiku. Karena saat ini, aku sedang berjuang lulus kuliah tahun ini. Tapi, hatiku tetap merasa tidak nyaman. Aku merasa ada yang kurang.
            Kedua mataku melihat jadwal yang aku beri tanda X. Tanggal 13-14 Juni 2015 ke Masjid Sunda Kelapa. Hari ini. Rasa penasaran masih menggelayutiku. Naluri keingintahuanku menuntun aku untuk memutuskan pergi ke acara pejuang subuh itu. Akhirnya malam ini, aku memutuskan untuk pergi ke acara tersebut. Iya. Malam pencarian informasi tentang komunitas pejuang subuh.
***
            Tiba saatnya, aku mengikuti kegiatan pejuang subuh. Rasa penasaranku akan terpecahkan. Aku duduk di atas kursi bus TransJakarta, menggerakan jemariku di atas layar handphone untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang penjuang subuh. Tapi nihil. Tak banyak informasi yang aku dapat dari penyelusuran di internet. Hanya seputar iklan kegiatan kajian pejuang subuh yang dilaksanakan di Masjid Sunda Kelapa Menteng. Jadi, aku mau tidak mau harus mengikuti kegiatan ini sampai besok. Pilihan bermalam pun aku lakukan. Peralatan mandi saja yang aku bawa. Teman-teman kos tidak ada yang mau diajak. Aku malah ditertawakan. Mereka menertawakan istilah pejuang subuh itu. Biarlah aku ditertawakan kali ini.
            Aku berjalan menuju Masjid Sunda Kelapa. Tampak sekeliling perjalananku rumah-rumah yang berlapis pagar yang tinggi sekali. Bagai musafir yang tidak tahu arah, aku hanya mengikuti orang-orang yang mengenakan baju koko lengkap dengan peci di kepala mereka.
            Banyak sekali orang-orang yang berdatangan. Aku terkejut. Aku segera bergegas karena azan magrib telah berkumandang. Aku menitipkan sepatuku ke petugas masjid, tetapi, petugas tersebut berkata, “Mau bermalam juga? Titip di sana saja,” terangnya. Aku mengangguk.
            Barisan pemuda penyambut tamu tampak masih berdiri di depan meja. Mereka mengenakan pakaian coklat dan peci hitam. Aku diminta mengisi buku tamu. Salat magrib pun dilaksanakan. Allahu Akbar.
            Sesudah salat magrib, pembawa acara berdiri mengumumkan beberapa rangkaian acara. Aku mengeluarkan buku kecil catatanku. Dengan seksama aku mendengarkan setiap perkataan pembawa acara.
            Assalamu’alaikum, selamat datang Bapak dan Ibu semua. Acara hari ini spesial sekali ada pemutaran film cintasubuh2, lelang untuk korban muslim etnis Rohingya, ceramah sejarah islam, dan kuliah subuh menyambut Ramadhan,” ucap pembawa acara. Mari kita saksikan film pendek cintasubuh2. Penonton bertepuk tangan. Para pemuda dan Bapak pun turut hadir. Yang membuatku bingung, kenapa harus dipisah oleh pembatas laki-laki dan perempuan di acara ini. Naluri keingintahuanku semakin bertambah. Tiba-tiba, pemuda berkaca mata yang berbadan gemuk berdiri. Dia memperkenalkan komunitas Pejuang Subuh. Aku jadi semangat. Aku akan menemukan jawaban.
            Pemuda itu berkata, “Kami adalah para aktivis yang memiliki impian ingin meramaikan salat subuh berjamaah seramai salat Jumat di masjid. Kami menamakan komunitas ini, Pejuang Subuh. Bagi adik-adik, Ibu-Ibu, dan Bapak-Bapak yang ingin menjadi anggota komunitas bisa bergabung dengan kami melalui panitia. Kami memiliki motto “Salat subuh seramai salat jumat”. Aku terdiam. Kata-kata pemuda itu seperti menampar aku. Subuh adalah waktu di mana aku paling susah untuk bangun. Aku suka bergadang sampai pagi. Berkutat dengan tugas penelitianku sehingga di saat azan Subuh berkumandang, aku masih bergemul dengan selimutku.
            “Kami memiliki para pejuang subuh yang sudah salat subuh berjamaah selama 40 hari berjamaah berturut-turut di masjid. Semboyan untuk para pejuang ini adalah “istiqomah sampai khusnul khotimah,” ucap pemuda tersebut. Telah berdiri sebanyak sepuluh orang, menyampaikan kesan menjadi anggota Pejuang Subuh. Aku mendengarkan dengan baik. Perasaanku terharu. Aku menjadi sedih. Entahlah. Kenapa aku menjadi seperti ini.
            Waktu Isya tiba. Semua bersiap untuk salat. Kegiatan dihentikan sementara. Allahu Akbar. Suara takbir imam shalat terdengar seantero Masjid Sunda Kelapa. Lantunan bacaannya membuat hatiku bergetar. Tidak terasa air mataku jatuh. Ada semacam perasaan takut dan tenang mendengar bacaan sang imam di hatiku. Tiba-tiba bayangan masa laluku terpancar di hadapanku. Banyak sekali waktu-waktu salat yang aku abaikan. Bayangan wajah kedua orang tuaku juga sepintas hadir di hadapanku. Semakin syahdu salatku.
***
            Pembawa acara kembali berdiri. Dia memutarkan film pendek cintasubuh2. Aku menghapus air mataku. Film pun diputar. Film ini bercerita tentang pemuda yang mengalami patah hati karena kekasihnya memutuskan hubungan asmara mereka karena tidak pernah salat Subuh. Akhirnya, dia memilih benar-benar bertobat. Pemuda itu meminta temannya untuk membangunkan dia. Berat rasanya bangun untuk salat Subuh di awal-awal. Pemuda itu sampai disiram air karena tidak bangun. Dan ada momen saat temannya menggunakan cara yang menyakitkan. Temannya mengambil penjepit baju dan tali rafia. Penjepit baju yang kecil itu dijepitkan di bibirnya hingga akhirnya dia terbangun. “Arrggggggghhh!” teriak pemuda itu. Tertawalah semua penonton menyaksikan adegan tersebut.
            Rasa penasaranku tentang pejuang subuh ini telah terjawab. Aku pun menjadi tertarik untuk bergabung. Rangkaian acara lain tetap aku ikuti dengan baik. Lelang barang pejuang subuh, ceramah, hingga kegiatan malam bimbingan takwa atau dikenal mabit, serta kuliah subuh menyambut Ramadhan. Aku ikuti semua. Niatku sudah mantap. Aku ingin memperbaiki diriku. Aku melangkahkan kakiku ke meja panitia. Aku mendaftar untuk menjadi anggota pejuang subuh.
“Mas, saya juga mau jadi anggota pejuang subuh,” ucapku.
“Iya, silakan tulis nomor handphone yang ada Whatsapp-nya, Mas,” ucap panitia. Aku mengangguk. Aku tulis nomor handphone-ku di secarik kertas yang disodorkan kepadaku. Minggu pagi pun aku lalui dengan rasa kantuk. Semalaman aku tidak tidur. Aku beribadah. Ketenangan hati aku dapatkan. Aku tidak menyesali menghadiri kegiatan ini. Aku menuju kosan.
***
Tiga hari kemudian, HP-ku berbunyi. Ping, tanda pesan masuk. Ternyata ada nomor baru. Kang Oman, salah satu pejuang subuh. Dia memperkenalkan diri. Aku pun membalas. Kami saling tukar informasi. Kang Oman memberikan beberapa peraturan tentang program pejuang subuh dan keberhasilan program tersebut. Kang Oman berkata, “Salat Subuh dan Isya adalah shalat yang terasa berat bagi orang munafik. Insya Allah saya akan membantu Mas Fahrul,” tutupnya.
Aku memutuskan tidak pulang ke Samarinda dan tetap di Jakarta. Hari pertama aku belajar bangun subuh di mulai. Aku bersiap tidur lebih awal. Aku menuruti pesan Kang Oman. Sebelum tidur, ber-wudhu terlebih dahulu. Niatkanlah bangun untuk salat Subuh”. Alarm handphone pun diatur lebih keras. Aku pun tertidur.
Pukul 05:30, aku baru bangun. Laporan panggilan di handphoneku ada sebanyak 6 kali dari Kang Oman. Hari pertama aku gagal. Susah juga aku bangun subuh, ucapku.  
Peraturan yang tertera di dalam grup pejuang subuh, “Bagi anggota yang salat Subuhnya berjamaah di masjid melapor dengan simbol onta. Bagi yang telat datang berjamaah, tetapi masih bisa berjamaah melapor dengan simbol domba. Bagi yang telat salat Subuh atau tidak shalat Subuh, melapor dengan simbol ayam”. Aku pun melapor diri dengan simbol ayam.
Kang Oman berkata, “Mas Fahrul, kenapa kesiangan?, tanyanya.
Nggak tau Kang, Saya mah sudah mengatur alarm kok, jawabku.
“tetap semangat Mas Fahrul”, balas Kang Oman.
Hari demi hari, aku jalani program pejuang subuh ini yang  memang sulit. Aku selalu susah bangun lebih awal. Hingga akhirnya. Di hari ke-7, aku berhasil bangun lebih awal. Itu pun terbangun karena mimpi buruk dikejar-kejar orang gila yang membawa pisau. Keringat dingin bercucuran membasahi dahiku.  Aku pun bergegas menuju musala yang ada di dekat kos. Sarung kotak-kotak berwarna merah-, dan peci putih sudah aku kenakan. Langkah kakiku mantap menuju musala. Salat sunnah sebelum salat Subuh aku laksanakan.
Satu per satu orang mulai berdatangan. Kebanyakan para orang tua renta. Tidak ada anak muda atau remaja. Aku terkejut. Aku membayangkan negeri Turki yang setiap hari ramai salat Subuh seperti salat Jumat. Pantas saja Turki lebih maju dari negeri ini. Bahkan lebih makmur penduduknya. Azan Subuh pun berkumandang.
As’shalatuukho’irumminannaum…….
As’shalatuukho’irumminannaum……..
“Akhirnya, aku berhasil salat Subuh berjamaah, ucapku lirih. Subhanallah-, Jadi ini nikmat berjama’ah salat Subuh. Udara subuh memang sangat segar. Pikiranku juga terasa lapang. Aku pun bergerak merasa tidak ada beban. Aku merasa bahagia. Kebahagiaan kecil yang menyentuh hatiku.
 Aku pun melapor di grup pejuang subuh. Simbol yang selalu ayam, kini berubah menjadi onta.
Kang Oman membalas dengan pesan singkat, “Alhamdulilah mas Fahrul. Pertahankan. Niatkan karena Allah ya mas. Insya Allah bisa 40 hari berturut-turut berjama’ah salat Subuhnya”,tulisnya.
Aku membalas dengan singkat, “-Insya Allah Kang.










Share:

Related Posts:

3 komentar:

  1. Mantap, Luar biasa, Semoga menjadikan tempat berbagi Ilmu Mas Ozi.

    BalasHapus
  2. Bingung cari Situs Poker Terpercaya ??
    Sering kalah? lebih sering deposit dari pada wd??

    Solusi Terbaik Buat Member Yang Sering Lose !!
    Pokers128(dot)com

    Buktiin Sendiri Main Di Pokers128 !

    Bisa Main Dari HP !!
    Support IOS & ANDROID

    7 Games Dalam 1 User_ID

    Menangkan Jackpot Harian S/d Puluhan Juta
    Jackpot Global Ratusan Juta

    Minimal Deposit Sangat Terjangkau !!
    Rp 10,000

    Withdraw Diproses Super Cepat !
    1menit s/d 3menit

    JANGAN TUNGGU DAN JANGAN RAGU LAGI UNTUK MENJADI SEORANG PEMENANG DAN DAFTARKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA DI WWW.S1288POKER.COM

    Info lebih lengkap,silahkan hubungi CS 24/7 kami melalui :
    PIN BBM : 7AC8D76B
    WA : 08122221680
    Twitter : @S1288POKER

    BalasHapus

silabus dan rpp matakuliah

KUMPULAN SILABUS DAN RPP MATA KULIAH YANG DIAMPU

KAPITA SELEKTA PAUD ASESMEN AUD PENGEMBANGAN APE MEDIA DAN SUMBER BELAJAR PAUD KESEHATAN DAN GIZI MODEL PENGEMBANGAN SOSEM AUD TEORI ...

Total Tayangan Blog

13,752
Diberdayakan oleh Blogger.

About

Flag Counter

Blogger templates